Powered By Blogger
welcome in myblog
welcome in my world

Laman

Sabtu, 25 Desember 2010

Tanggung jawab pemerintah daerah terhadap penanggulangan kemiskinan setelah otonomi daerah


Untuk mengatasi kemiskinan perlu dilakukan langkah-langkah yang sistematis dan dalam suatu proses perencanaan yang matang dan terkoordinir, tepat sasaran dan tanpa adanya rasa egoisme sektoral. Apalagi dalam paradigm baru dimana Pemda dan Lembaga Swadaya Masyarakat akan makin berperan aktif dalam proses perencanaan, pelaksanaan, maupun sosialisasi program yang diharapkan akan menimbulkan sinergi yang kuat di antara semua pelaku pengentasan kemiskinan.
Mengatasi kemiskinan masyarakat adalah inti pemberdayaan masyarakat melalui perubahan, dan melaksanakan suatu societal-change untuk mencapai suatu kemajuan yang diinginkan. Tekad meningkatkan taraf hidup masyarakat misalnya, menuntut kemampuan perencanaan baru yang penuh dengan trial and error yang jika perencanaan itu dilaksanakan akan membawa konsekuensi merubah kultur dan pola kerja yang selama ini telah di kenal oleh masyarakat dan hal ini harus kita sadari bukan tanpa resistensi.
Dukungan birokrasi sangat penting dalam upaya mengatasi kemiskinan. Menurut pandangan Weber, birokrasi adala model organisasi yang paling ideal untuk pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Di banyak Negara berkembang birokrasi pemerintahan mungkin adalh satu-satunya organisasi yang berpola modern, dan menjadi satu-satunya harapan untuk memelopori dan menggerakan proses medernisasi dan pembangunan. Namun, dengan perkembangan dunia yang makin didorong oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat, birokrasi yang didasarkan pada tatanan hieraki dan prosedur kerja yang cenderung mapan kurang dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan perkembangan yang cepat. Birokrasi tidak efisien dan tidak dapat diharapkan menghasilkan public goods dan public service dengan harga dan kualitas yang bersaing, dibanding dengan jika dilakukan oleh masyarakat. Menyadari hal itu maka tampaknya upaya yang dilakukan harus simultan, di satu sisi kita harus memfasilitasi upaya mengatasi kemiskinan yang sangat serius di lain pihak kita harus memperbaiki citra birokrasi dalam menangani percepatan pengentasan kemiskinan.
Dengan diundangkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintahan Pusat dengan Pemerintahan Daerah, maka dimulailah era baru Pemerintahan Daerah dengan otonomi luas, dimana  kepada Pemerintah Daerah dipercayakan peran yang sangat besar dengan dukungan sumber pendapatan Daerah. Upaya mengatasi kemiskinan menuntut jajaran Pemda dapat menempatkan diri secara tepat dalam era otonomi luas ini dengan mengambil peran yang lebih besar dalam upaya mempercepat penanganan pengentasan kemiskinan.
Dalam konteks persoalan kemiskinan di Indonesia, banyak hal yang perlu didefinisikan. Bahkan, akibat krisis moneter dan ekonomi yang kini terjadi maka besaran masalah yang dihadapi kembali membesar. Hal tersebut antara lain karena: pertama, masih banyak penduduk Indonesia yang berada di batas garis kemiskinan sehingga rentan terhadap perubahan. Kedua: jumlah pengangguran tenaga kerja semakin meningkat. Selain itu sangat heterogennya geografis, demografis, dan aspek-aspek lainnya sehingga menyadarkan kita bahwa mengatasi kemiskinan dalam kondisi yang serba beragam tersebut perlu didekati secar spesifik sehingga intervensi yang dilakukan pemerintah akan lebih kena sasaran. Inilah dasar utama diperlukannya model-model yang berorientasi pada perwilayahan yang merupakan kantong-kantong kemiskinan.
Program-program penanggulangan kemiskinan, harus dilakukan secara terpadu, bukan saja pada proses perencanaan tetapi pada sasaran yang yang di sesuaikan pada karakteristik dari masing-masing wilayah tersebut. Oleh sebab itu diharapkan dengan adanya model keterpaduan program mengatasi kemiskinan yang lebih spesifik, nilai tambah dari suatu program akan semakin besar.
Dengan melihat arah baru pendekatan pembangunan yang berorientasi pada masyarakat, maka Pemerintah Daerah harus dapat menjalankan perannya sesuai kondisi perubahan tersebut dengan menyelenggarakan pemerintahan yang baik dengan berlandaskan pada asas-asas keterbukaan, demokrasi, dan partisipasi. Di samping itu paradigm peran pemerintah juga harus berubah antara lain dari:
a)      Pelaksana menjadi fasilitator;
b)      Memberikan instruksi menjadi melayani masyarakat;
c)      Mengatur menjadi memberdayakan masyarakat
d)     Bekerja untuk memenuhi aturan menjadi bekerja untuk mewujudkan misi.
Hal tersebut harus disadari dan harus selalu ditanamkan dalam setiap gerak upaya pelaksanaan pemberdayaan masyarakat. Mengingat dalam UU No. 22 Tahun 1999 telah diamanatkan bahwa tugas dan kewenangan sebagian urusan pemerintahan diserahkan kepada Daerah melalui desentralisasi kewenangan dan dengan memperkuat Otonomi Daerah. Untuk mencapai maksud tersebut, diperlukan partisipasi serta peran aktif pemerintah dalam memberikan iklim kondusif bagi upaya pemberdayaan masyarakat tersebut. Peran yang diharapkan dari Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kegiatan dimaksud antara lain sebagai berikut:
a)      Memberikan legitimasi kepada para pelaku, antara lain kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga-lembaga Formal di kelurahan/desa, kelompok-kelompok social lainnya, dan warga masyarakat penerima bantuan.
b)      Menjadi “wasit” apabila timbul persoalan-persoalan yang memerlukan fungsi penengah.
c)      Mendorong dan memapukan para pelaku agar peran dan tugas-tugasnya dapat dilaksanakan dengan baik.
d)     Turut memberikan masukan dan mengendalikan, khususnya pembangunan fisik, agar adanya integrasi antara program-program pembanguna yang ada di daerah.
e)      Memberikan sosialisasi atas konsep Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan kepada semua aparat, sehingga dapat memberikan kontribusi positif dalam upaya mencapai keberhasilan pelaksanaan kegiatan tersebut.
 

Harus diakui bahwa perubahan paradigm peran pemerintah dalam proses penanggulangan kemiskinan masih jauh dari harapan. Namun dengan komitmen untuk mewujudkan masyarakat yang lebih berdaya dalam melaksanakan proses pembangunan, diperlukan langkah-langkah konkret sebagai wujud perubahan peran pemerintah harus segera dilakukan. Masyarakat, terutama masyarakat miskin akan mampu menolong dirinya sendiri apabila diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk menolong dirinya sendiri.
Pemberdayaan bukan berarti menjadikan masyarakat selalu bergantung pada pihak lain, akan tetapi lebih di tujukan untuk memandirikan masyarakat dalam mengurus kepetingannya melalui proses pembangunan partisipatif dengan pendekatan dengan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Pemerintah dalam pengertian perorangan (aparat) harus dapat memahami bahwa perannya sangat penting dan signifikan dalam upaya mewujudkan kemandirian masyarakat. Dengan pemikiran tersebut maka diharapkan alur pelaksanaan peran pemerintah berada pada jalur yang benar.



Kaloh. Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar